Sabtu, September 27, 2014

To love is to be vulnerable

"To love at all is to be vulnerable. Love anything and your heart will be wrung and possibly broken. If you want to make sure of keeping it intact you must give it to no one, not even an animal. Wrap it carefully round with hobbies and little luxuries; avoid all entanglements. Lock it up safe in the casket or coffin of your selfishness. But in that casket, safe, dark, motionless, airless, it will change. It will not be broken; it will become unbreakable, impenetrable, irredeemable. To love is to be vulnerable."
C.S. Lewis

Jumat, September 12, 2014

The Acknowledgements

I would like to thank to my first and second supervisor, Jeremy Shires and Daniel Johnson respectively, who have frequently spent their time to give priceless guidance of supervision with regards to this dissertation topic. Many thanks also to Munajat Tri Nugroho for his assistance teaching the basic use of Biogeme.

I should also give thanks to all students of Institute for Transport Studies, who have all shown outstanding transport passion across the world combined with warm friendship, to all staff at Institute for Transport Studies, who have all been more than helpful for students.

Massive thanks to Indonesia Endowment Fund for Education, whose scholarship allow me to have focus of study without any financial pressure.

Finally, thanks to my parents, Sri Nurhayanti and Suparyono for their invaluable support and endless care.

Jumat, September 05, 2014

Niat Melanjutkan Studi

Sekolah ke luar negeri menjadi sesuatu yang 'wah' bagi sebagian orang, terutama bagi yang tidak sanggup secara finansial tapi berhasil mendapatkan beasiswa untuk menempuh studi lanjutnya. Penulis memiliki hasrat yang kuat untuk melanjutkan jenjang master sejak tingkat tiga kuliah sarjana. Dasarnya ada dua dan sangat sederhana: memperdalam ilmu transportasi agar nantinya bisa berperan membuat kebijakan yang pro-rakyat dan sengaja menceburkan diri ke zona tidak nyaman.

Penulis berdomisili di Jakarta dari TK hingga SMA. Hijrah ke Bandung pada tahun 2008 untuk melanjutkan kuliah sarjana tidak membuat penulis puas dengan zona tidak nyaman yang ada. Bandung sangat nyaman! Masih ada nasi goreng tek-tek pinggir jalan, kemudahan berkomunikasi, cuaca yang bersahabat, pecel lele, kamar kos dibersihkan, dan baju dicucikan sebagai beberapa contoh kecil. Atmosfer Bandung yang terasa berbeda di hati menambah kota ini jauh dari kata tidak nyaman.

Sungguh pas rasanya kombinasi kenyamanan Bandung dan hasrat melanjutkan studi master di luar sana. Setelah kalkulasi kasar, estimasi biaya satu tahun (uang kuliah, akomodasi, makan, dan lain-lain) bisa menembus 400-500 juta rupiah! Sebuah angka yang fantastis! Penulis tidak tahu detail pendapatan orang tua setiap bulannya, tetapi bisa merasakan bahwa tidaklah mungkin meminta setengah milyar rupiah. Bisa-bisa dipecat dari status anak! Di sisi lain, penulis juga bertekad bisa lepas dari dukungan finansial orang tua setelah sarjana. Tanpa penulis minta, pernah dalam sebuah obrolan meja makan terlontar secara gamblang bahwa mereka tidak sanggup. Untuk pembaca yang orang tuanya mampu, bersyukurlah karena tidak semua orang bernasib demikian. Jalan kehidupan ini ajaib.

Kebetulan ada LPDP! Terima kasih kepada Farhan Febrianto yang dulu mengenalkan penulis ke LPDP. Sekarang LPDP sudah menjadi buah bibir dan setiap tahunnya terus mengirimkan ribuan penerima beasiswa ke penjuru dunia. Kesempatan emas ini bisa menjadi batu loncatan atau bumerang, tergantung niat Anda.

"Inna mal a'malu bin niat"
"Segala sesuatu bermula dari niat"

Jika Anda menanam biji mangga, maka buah mangga yang kelak Anda petik, tidak mungkin buah apel. Analogi ini bisa diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk tujuan Anda melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sebagai kesimpulan, mulailah dari diri sendiri untuk meluruskan niat, niscaya semesta mendukung dan menempa kita menjadi pribadi yang arif dan bijak.