Minggu, Februari 21, 2016

Om Bagus

Kabar berpulangnya Om Bagus pertama kali saya dengar dari seorang rekan yang baru bekerja di Telkom. Dia bercerita ada pegawai Telkom yang meninggal karena dirampok lalu dijatuhkan dari Metromini sekitar pukul enam sore. Iya, enam sore, bukan 11 atau 12 malam. Betapa Jakarta jauh dari kata aman.

Keesokan harinya kabar serupa saya dapatkan dari grup sepeda lipat. Beberapa tautan berita daring saya baca. Lidah ini teramat kelu mengetahui sosok Om Bagus yang gemar bersepeda, bermain bulutangkis, dan bepergian dengan angkutan umum. Beliau juga mendambakan sebuah sistem transportasi umum yang manusiawi lewat akun media sosial miliknya. Seolah kejadian ini benar-benar cerminan apa yang saya jalani selama ini.

Kasus Om Bagus tidak sepopuler kopi sianida, revisi UU KPK, atau penertiban di Kalijodo. Pun kepergian Om Bagus masih menyisakan misteri apakah murni kecelakaan atau memang ada unsur pidana. Melalui tulisan ini, saya termasuk orang yang menyalakan lilin agar kasus Om Bagus tidak redup dan berlalu begitu saja.

Revitalisasi sistem angkutan umum di Jakarta punya urgensi yang tinggi. Sungguh menyayat hati ketika mereka yang berjiwa besar, mereka yang mau menepikan kendaraan pribadinya, justru takluk dengan ganasnya jalan ibukota.
Selamat jalan, Om Bagus. Semoga lapang di sana.