Minggu, November 17, 2013

Gambaran UK

Sudah dua bulan lamanya penulis berada di tanah UK. Tentunya terdapat banyak perbedaan mencolok dengan Indonesia. Dalam tulisan ini, penulis akan membuat poin-poin dan memberikan gambaran umum kondisi di UK, Leeds lebih tepatnya.

Iklim dan Cuaca
Menengok perkiraan cuaca sudah menjadi kebiasaan orang Inggris. Bahkan ada lelucon: untuk memulai percakapan dengan orang setempat, mulailah dengan bertanya atau memberi pernyataan seputar kondisi cuaca. Percakapan dijamin terus mengalir. Leeds sendiri seringkali mendung (suram) dan tipikal hujan yang turun adalah gerimis intensitas kecil hingga sedang yang cocok untuk suasana galau. #eeaaa. Temperatur musim dingin di sini bisa menembus nol derajat celsius, sedangkan saat musim panas berkisar 15-18 derajat celcius, sepanas-panasnya adalah 25 derajat celcius. Jaket hangat tahan-air dan tahan-angin adalah barang yang wajib dimiliki.

Jamban
Sialnya semua jamban di sini tidak dilengkapi dengan alat penyemprot. Penulis sangat heran dengan kebiasaan orang Inggris yang satu ini. Bukankah sangat tidak nyaman membilas yang satu itu tanpa air? #iyyugh

Langkah Kaki
Ini penting! Untuk ukuran orang Indonesia, penulis yakin bahwa kecepatan langkah kakinya di atas rata-rata. Namun semua keangkuhan itu sirna ketika disalip oleh seorang perempuan bule dengan plastik belanja terisi penuh di kedua tangannya. Sebagai tambahan, itu tidak terjadi sekali.

Pelayanan Diri Sendiri
Seiring berkembangnya teknologi, peran manusia semakin terganti oleh mesin. Contohnya pelayanan diri sendiri di perpustakaan mulai dari peminjaman buku, pencetakan dokumen, dan semuanya sudah tertera dengan jelas. Contoh lain, sehabis belanja di supermarket, konsumen sendiri yang harus memasukkan barang ke plastik atau tas belanjanya. Selain itu, konsumen juga lah yang membereskan (membuang) makanan sisa di restoran cepat saji.

Cola
Cola atau minuman bersoda lainnya adalah minuman sehari-hari orang Inggris. Layaknya air putih di Indonesia.

Aksesibilitas
Penyandang disabilitas, manula, dan ibu dengan anak tidak dikucilkan. Hal ini penting karena pada faktanya mereka bisa mencapai seperempat dari total pengguna jalan. Sadar akan asas kesetaraan (equity), trotoar dibuat secara menerus dan selalu ada ramp di setiap ujungnya yang mempermudah pengguna kursi roda naik-turun trotoar. Tak lupa di setiap gedung hampir selalu ada toilet khusus dan akses (ramp atau elevator) untuk pengguna kursi roda.

Negeri Bundaran
Persimpangan jalan antar-kota seringkali menggunakan bundaran sebagai bentuk rekayasa lalu lintas.

Pintu Darurat
Selalu ada di setiap ruangan di gedung! Bahkan ada juga di rumah tempat penulis tinggal. Sebelum memulai seminar atau kuliah pertama kali, wajib hukumnya memberi tahu peserta letak pintu darurat apabila terjadi kebakaran, gempa, atau musibah apapun itu. Sesuai namanya, pintu ini hanya boleh digunakan untuk keadaan darurat karena alarm gedung akan berbunyi jika pintu ini dibuka.

Alias
Semua teman Cina penulis di kelas memiliki nama alias versi Inggris. Misal, Jialiang Guo alias Gilbert, Li Zhixi alias Robin, dan Yu Hsuan alias Emily. Gilbert, Robin, Emily, Michael, John, ya suka-suka mereka saja mau yang mana. Haha.

University Union
Orang Inggris bersosialisasi dengan cara mengujungi bar atau pub. Di sana tempat terciptanya interaksi dan obrolan. Jangan heran kalau di dalam universitas, dalam gedung Leeds University Union (LUU), terdapat bar, pub, dan klub malam. Bahkan ada mesin penjual kondom di LUU (sumber) tapi penulis belum sempat menelusuri lebih jauh.

"Cheers, Love!"
Ucapan terima kasih di atas adalah sesuatu yang umum. Jadi, jangan gede rasa dulu jika menerima kalimat itu. Love, darl, darling adalah sapaan yang biasa di sini.

Mengikuti Zaman
Contoh nyatanya adalah aplikasi yang bernama UniLeeds dan BlackBoard yang bisa diunduh untuk pengguna Android atau iOS. Melalui aplikasi ini, semua hal termasuk jadwal kuliah, materi kuliah, peta kampus, jadwal kegiatan dan lain-lain bisa diakses melalui ponsel pintar yang sekarang sudah dimiliki oleh hampir setiap orang.

Itulah sekilas info kehidupan di UK selama dua bulan ini. Perjalanan masih panjang dan doakan penulis bisa bertahan menghadapi ekstremnya suhu di musim dingin nanti.

N.B.
Gambar yang mendukung setiap poin akan ditambahkan nanti. Keep in touch!

Selasa, Oktober 15, 2013

The Treatment


Being raised in the arm of a Queen, I have people to treat like I'm raised.
Take a good care of them, claim the prize: happiness.

Sabtu, September 21, 2013

Leeds - Minggu Pertama


Alhamdulillah sejauh ini semua berjalan lancar. Semuanya dijelaskan di dalam dua buku di atas. Orientasi kuliah baru dimulai pada tanggal 24 September. Penulis sengaja memilih tiba di Leeds pada tanggal 14 September agar bisa santai melakukan proses registrasi, membuat akun bank lokal, adaptasi dengan cuaca setempat, dan tentu saja settling kehidupan sehari-hari.

Semua serba baru di sini. Kemandirian total adalah hal yang mutlak. Total setotal-totalnya, jika pembaca mengerti maksud penulis. Penulis pernah juga hidup merantau di Bandung selama empat tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya. Detail kehidupan seperti belanja bahan makanan, memasak, hingga mencuci piring atau pakaian tidak bisa dilewatkan kalau mau bertahan hidup. Di sini tidak ada tukang nasi kuning, kupat tahu, atau warung makan murah di pinggir jalan. Jadilah memasak jika mau irit.

Moda yang dipakai oleh mayoritas warga Leeds (68%) adalah jalan kaki. Memiliki kendaraan pribadi adalah sesuatu yang mahal dan bukan menjadi prioritas pemerintah kota. Kampus tempat kuliah hanya lima menit jalan kaki santai dari rumah (shared house) penulis, sedangkan pusat kota dapat ditempuh dalam waktu 10-15 menit jalan kaki.

Di kampus ada sebuah perkumpulan mahasiswa yang bernama Leeds University Union (LUU). Yang saya suka, LUU bekerja sama dengan pihak kampus dan benar-benar memprioritaskan keselamatan para mahasiswa. Sebagai contoh, mereka menyediakan layanan LUU Night Bus untuk mengakomodasi mereka yang harus pulang malam dari kampus. Dengan hanya membayar £1, setiap mahasiswa diantar langsung ke depan tempat tinggal mereka. Kemudian, LUU bekerja sama dengan perusahaan taksi setempat yang bernama Amber Cars. Seandainya sedang di luar dan tidak punya uang tunai, mahasiswa bisa memberikan KTM ke supir. KTM bisa diambil keesokan harinya di gedung LUU dengan membayar sesuai dengan argo.

Penulis langsung terbayang dengan kampus terdahulunya, mengapa tidak diadakan hal yang serupa mengingat banyak kegiatan seperti forum, diskusi, kajian, rapat, dan latihan hingga malam hari di ITB. Keselamatan mahasiswa harus menjadi nomor satu bagi pihak kampus.

Culture Shock


Pihak universitas telah menjelaskan bahwa kejutan budaya (?) adalah sesuatu yang wajar dan akan dialami oleh setiap mahasiswa internasional. Mereka memeragakan grafik di atas lewat drama. Lihat titik terbawah? Itu adalah masa-masa sengsara alias musim dingin! Tugas sedang padat-padatnya dan cuaca sangat tidak bersahabat, duh, apalagi lemak penulis tidak seberapa. Haha.

Pemandangan dari jendela kamar. Ada pelangi habis badai!
Sikaaaaaat!

Jumat, September 06, 2013

Dua Tercoret

14 September 2013. 00:40 dini hari.

Tepat satu minggu lagi sebuah pesawat akan lepas landas dari Jakarta menuju Dubai. Transit selama dua jam, perjalanan dilanjutkan mengarah ke Manchester. Selanjutnya, sebuah gerbong kereta bergerak ke kota tujuan akhir: Leeds. Beberapa bilang Leeds adalah Yogyakarta-nya Inggris.

Senyum boleh saja terlukis di wajah karena dua impian akhirnya bisa segera tercoret dari daftar. Keduanya adalah master di bidang transportasi (MSc in Transport Planning) dan beasiswa untuk mendanai pendidikan tersebut. Padahal, bab baru kehidupan akan terbit. Cemas, takut, penuh semangat, penasaran, hingga berapi-api adalah yang dirasa. Semoga lukisan senyum di wajah itu tetap ada.

Kedua impian ini tercetus saat kuliah sarjana. Bagi sebagian orang, kuliah di luar negeri adalah biasa saja, bagi sebagian yang lain, ini adalah sesuatu yang besar, Bung. If your dream doesn't scare you, it isn't big enough. Parameter besar dan kecilnya impian pasti berbeda di setiap orang. Terserah pembaca memosisikan dirinya di mana. Yang jelas, definisikan impian setinggi-tingginya dan sedetail-detailnya.

Pada akhirnya, semua kembali lagi ke niat. Glenn bilang jadilah terang jangan di tempat yang terang, tetapi jadilah terang di tempat yang gelap. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan percayalah masih banyak tempat gelapnya. Melalui bekal pendidikan dan proses pematangan diri, ada tempat gelap yang harus penulis terangi.

Dua tercoret, akan terbit daftar tunggu coret yang lain. Penulis menjamin itu.

Home is behind, world is ahead!

Minggu, Agustus 18, 2013

Seniman

Salut mengalir untuk mereka para pekerja seni!

Ketika dunia teknik dielu-elukan dan identik dengan gelimang harta, dunia seni seakan menjadi barang lapuk. Indra Tranggono, pemerhati kebudayaan, mengatakan bahwa merasa cukup kaya, itulah yang hilang dalam kesadaran etis bangsa ini. Tak heran negeri ini menjadi tempat favorit untuk berbagai macam sandiwara busuk.

Seniman seringkali menyentil rezim dengan caranya sendiri. Contohnya adalah teater. Melalui teater, masyarakat disodori cermin untuk melihat kondisi sosial dari sisi yang lebih santai. Seniman mengangkat tema yang relevan dengan kondisi terkini agar masyarakat sadar dan tidak lagi apatis. Melalui seni di atas panggung, masyarakat dapat belajar untuk mencapai keseimbangan sosial, mencapai keselarasan hidup bersama.

Setiap orang memiliki peran untuk berbakti ke ibu pertiwi. Lalu pertanyaan terakhir adalah apakah kesenian mampu menyelesaikan masalah? Jawabannya, kesenian memang tidak begitu saja menuntaskan masalah, tetapi satu hal, dengan berkesenian (aktif atau pasif) berarti menghaluskan budi, mengolah roso. Hal inilah yang menjadikan manusia seutuhnya insan yang bijak dan peka.

The "Earth" without "art" is just "eh".

Kamis, Agustus 15, 2013

Nrimo

Franz Magnis Suseno atau biasa dikenal Romo Magnis sempat memberikan kuliah umum filsafat etika pada bulan Februari lalu. Sebagai orang teknik yang awam dengan dunia filsafat, saya masa bodo dan datang saja karena sepertinya menarik. Lagipula kuliah bersifat gratis, hanya perlu mendaftar. Hasilnya? Menurut saya, seorang filsuf memiliki kemampuan melihat sebuah realita secara luas lalu menerjemahkannya dalam bentuk ilmu. Tentunya masih banyak istilah asing yang tidak familiar di telinga. Tak apa, ada kok yang tercantol di otak. Haha.

Salah satu mata kuliah bertajuk etika Jawa.

Etika Jawa identik dengan etika keselarasan. Keselarasan dengan masyarakat, alam, dan alam gaib. Keselarasan ini diwujudkan dengan menghindari konflik, menghormati orang lain sesuai struktur hirarki masyarakat, dan menghindar dari emosi yang berlebihan. Benar adanya semua itu tercermin dari mayoritas orang Jawa.

Salah satu wujud nyata keselarasan adalah konsep Lingga dan Yoni yang ada di Monas dan batu di Babakan Siliwangi (Bandung). Lingga sebagai simbol laki-laki, sedangkan Yoni adalah metafor dari perempuan. Ketika keduanya disatukan menjadi simbol keselarasan atau keharmonisan.

Manusia Jawa dianjurkan belajar sikap nrimo (menerima), ikhlas, dan legowo (merelakan). Dalam tulisan ini, saya ingin menekankan pentingnya nrimo. Konsep dasar nrimo ternyata tidak serta-merta menerima apa adanya yang berlanjut pada kepasrahan begitu saja. Akan tetapi, lebih dari itu, nrimo adalah kekuatan dan ketegaran untuk memiliki kepantulan dan bangkit dari keterpurukan. #okesip

Easier said than done.

Menurut Teori Gandrie, hal tersulit setelah konsistensi adalah nrimo. Alam dunia ini begitu misterius dan Tuhan menciptakan saya dan kamu yang sedang membaca tulisan ini pasti bukan tanpa alasan. Waktu terus berputar tanpa bisa menawar. Sejatinya itu menjadi pertanyaan ke diri sendiri setiap individu hingga akhir hayatnya.

"Syukur, Aku tambah nikmatmu. Kufur, siksa-Ku amat pedih."

Senin, Agustus 05, 2013

Proyek Sepanjang Masa


Status facebook seorang rekan saya berisi guyonan. Ternyata, bukan hanya beliau, guyonan itu sudah beredar luas di dunia maya. Isinya adalah tentang megaproyek yang ada di dunia. Pembangunan tembok Cina memakan waktu 573 tahun, pembangunan Piramida di Mesir selama 730 tahun, dan satu megaproyek paling fantastis ternyata ada di Indonesia, di Pulau Jawa tepatnya. Ya, proyek Pantura yang memakan waktu sepanjang masa.

Kuping Kementerian Pekerjaan Umum pasti dibuat panas akibat guyonan ini. Bagaimana tidak, Kementerian PU selaku penanggung jawab jalan nasional selalu berusaha memperbaiki, tetapi isu ini selalu saja mencuat menjelang mudik. Media kerap kali menanyakan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi kerusakan jalan di Pantura yang terpotret selalu baru diperbaiki menjelang momentum tertentu. Terpujilah pers selaku pilar keempat demokrasi tidak dibungkam.

Berbicara soal jalan, dulu waktu kuliah (kesannya sudah lama sekali) saya diajarkan bahwa yang namanya jalan memiliki umur atau masa layan. Jadi, ketika diwawancara oleh Metro TV, Pak Dardak berargurmen perbaikan di Pantura adalah hal yang wajar, itu sah-sah saja. Ditambah lagi Kementerian PU yang berwenang untuk melelang proyek perbaikan ruas jalan sehingga memang sudah tertera waktu-waktu tertentu untuk perbaikan.

Whatsapp

Konon ada sebuah grup whatsapp yang berisi 21 orang laki-laki alumni teknik sipil cap gajah duduk. Grup ini terkenal dengan seringnya pergantian nama dan lambang grup tergantung pokok bahasan. Di balik segala guyonan, ejekan, dan kekonyolan yang ada, alhamdulillah Pantura sempat terbahas.

Menurut konvensi jalan internasional, beban maksimal yang boleh dilalui jalan nasional adalah 10 ton. Lalu coba tebak berapa rata-rata berat truk yang lewat di jalur Pantura. Jawabannya adalah 20 ton. Perbedaan beban dua kali lipat ini tidak membuat jalan semakin cepat rusak dua kali lebih cepat, tetapi 16 kali lebih cepat. Aduh, saya lupa rumusnya, pokoknya berpangkat empat. Percayalah itu ada di kuliah saya dulu. Haha.

Lalu pertanyaannya berikutnya, kenapa para truk itu lewat jalur jalan raya? Bukankah ada kereta api atau jalur laut? Orientasi pebisnis adalah profit. Semakin cepat untung, semakin baik. Itu yang tidak didapatkan ketika perpindahan barang dilakukan dengan kereta api atau jalur laut. Pemerintah seolah-olah menutup mata tentang pentingnya aksesibilitas dan optimasi pelayanan sebuah pelabuhan atau stasiun kereta api. Tidak heran kemacetan di Tanjung Priok selalu menjadi momok dan sempat muncul selama beberapa hari di halaman depan Kompas.

Jika ditelaah lebih dalam lagi, saya juga baru tahu, solar yang dipakai oleh kapal angkutan tidak mendapat subsidi sehingga ongkos via jalur laut secara otomatis menjadi lebih mahal. Belum lagi barang yang mendiami pelabuhan juga kena biaya. Jadi, alangkah wajar pebisnis yang merangkap sebagai pemutar roda ekonomi Indonesia memilih jalan raya sebagai prasarana transportasi. Toh lebih murah. Akhirnya, jalan raya yang terkena beban melebihi kapasitasnya dan berlangsung secara terus-menerus (repetisi) menjadi kelelahan (fatigue) hingga akhirnya tumbang terlalu dini.

Kementerian PU bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas hal ini. Kementerian Perhubungan dan kepolisian juga harus menegakkan keadilan. Truk yang melebihi beban harus ditahan dan ditilang. Makanya ada jembatan timbang. Perlu koordinasi antar-instansi agar terjadi distribusi beban dari jalur jalan raya Pantura ke kereta api dan kapal laut. PU, Perhubungan, KAI, Pelindo, Pertamina, PU, Kepolisian, dan sepertinya masih banyak instansi lain yang beririsan. Lagi-lagi, pertanyaannya bukan bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak.

Kompas, Ekonomi, 2 Agustus 2013

Senin, Juli 22, 2013

Abnormal

Negeri ini abnormal, tidak bisa diselesaikan secara normal.

Kalimat di atas mengawali sebuah sesi bertajuk "Membangun Kapasitas dan Karakter Pemimpin Bangsa di Masa Mendatang" oleh Imam Budidarmawan Prasodjo. Judulnya berat, ya? Pak Imam ini adalah seorang sosiolog sekaligus dosen tetap FISIP UI. Saya sempat melihat beliau beberapa kali tampil di layar kaca dan  saya beruntung memiliki kesempatan mendengarkan pandangannya secara langsung.

Dua kata yang perlu digarisbawahi adalah kapasitas dan karakter. Kapasitas adalah kemampuan membaca masalah, sedangkan karakter berujung pada penentuan tindakan. Pak Imam meyakini bahwa para pemangku jabatan sudah memiliki kapasitas yang mumpuni. Akan tetapi, nol karakter. Ini yang membuat masalah tidak selesai. Keterjebakan di dalam kerusakan sistemik tidak bisa dijadikan kambing hitam banyaknya tindak pidana dan penyelewengan kekuasaan. Semua berakar dari pendidikan. Pendidikan karakter. Sekarang pertanyaannya, bagaimana mencetak manusia Indonesia yang berkarakter? Jujur saya belum merumuskan metodenya secara menyeluruh.

Saya selalu sadar, niat baik saja tidak cukup.
Harus urakan. Harus abnormal.

Rabu, Mei 01, 2013

Umar

Alkisah seorang Umar bin Khattab adalah pemimpin kaum muslim kala itu. Tak tanggung-tanggung seorang Umar sering terjun langsung ke permukiman warga kota. Blusukan mungkin namanya sekarang.

Suatu malam Umar menyamar menjadi warga biasa. Berbalut jubah hitam yang menutupi hampir seluruh badan dan wajahnya, ia berkeliling sendiri ke setiap pelosok negeri yang sedang ia pimpin. Tibalah di sebuah pondok kecil dan kumuh, Umar mengintip dan menguping lewat jendela. Alangkah terkejut dirinya mendapati seorang ibu yang sedang memasak batu. Anak-anaknya merengek kelaparan minta diberi makan. Tak ada bahan makanan, sang ibu berpura-pura memasak sambil menenangkan anak-anaknya. Pada akhirnya mereka letih karena menangis lalu terlelap dengan sendirinya.

Tertegun Umar menyaksikan kondisi rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri. Umar langsung berlari pulang ke istana selepas beresnya peristiwa yang memilukan hatinya. Dengan otot tangannya sendiri, dia memikul bahan makanan di atas pundaknya dan bersegera ke lokasi kembali. Sesampainya di sana, Umar memberikan sekarung bahan makanan kepada sang ibu dengan ikhlas.

*

Aku merindukan seorang pemimpin yang terjun langsung merasakan kondisi rakyatnya tanpa kawalan voorijder yang angkuh, sirene yang memekakkan telinga, bodyguard yang awas, atau kilatan lampu flash media yang memusingkan mata. Akankah ada? Aku sangat berharap akan ada suatu saat nanti.

Saat pengharapan itu terasa berada di titik nadir, ada baiknya aku, kamu, dan semua yang membaca tulisan ini memproyeksikan diri layaknya Umar ketika menjadi khalifah nanti.

Senin, April 15, 2013

Strawberry Swing



The sky could be blue
Could be gray
I don't mind
Without you I just slide away
Without you it's a waste of time

Selasa, April 09, 2013

Ardian Syaf


Ketik "Ardian Syaf" di pencarian gambar Om Google. Jarang muncul wajahnya, justru karyanya yang mendominasi.

Pasti hanya segelintir orang yang mengetahui siapa dia. Wong saya juga baru tahu setelah dia mejeng di kolom Sosok Kompas beberapa bulan yang lalu. Kisahnya menarik, seru untuk ditelisik, dan banyak pelajaran yang bisa dipetik.

Namanya Ardian Syaf, asli Indonesia, arek Tulungagung. Sebenarnya namanya sudah tidak asing lagi di dunia komik. Goresan penanya berhasil menarik perhatian penerbit komik Amerika Serikat sekaliber DC Comics. Tangannya mampu menghasilkan sosok superhero seperti Batman, Batgirl, dan Superman. Lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Malang ini mengaku bercita-cita menjadi komikus sejak masih kecil.

Pasang surut kehidupan sudah dia lalui. Bahkan ibunya sempat cemas dengan konsistensi Aan (panggilan Ardian Syaf) di dunia komik. "Aan dari menggambar bisa kerja apa ya?", celoteh ibunya dulu. Aan sempat bekerja lepas dengan bayaran sekitar 25 dollar AS per halaman untuk komik pendek delapan halaman. Di samping itu, pada saat yang sama Aan bekerja sebagai pengatur tata letak buku Lembar Kerja Siswa SMA dengan bayaran Rp 2.500 per halaman. Keadaan makin terpuruk ketika anaknya sakit dan membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Saat itu Aan ingin mengubur cita-citanya menjadi seorang komikus.

Saat itu pula tangan Tuhan bergerak.

Seorang penulis naskah asal Irlandia menghubungi Aan lewat surat elektronik untuk dibuatkan komik. Ini adalah titik balik kehidupan seorang Aan. Sejak saat itu karya Aan mulai dilirik oleh mata internasional. Setelah itu DC Comics secara eksklusif mengontrak Aan untuk menggarap komik superhero. Coretannya kini dihargai 300 dollar AS per lembar. Dan tentunya Aan sudah menggarap berbuku-buku komik.

Uniknya, Aan kerap kali menyisipkan unsur-unsur keindonesiaan dalam karyanya seperti baliho dengan gambar Jokowi-Ahok dan latar Jakarta. Aan tidak mau berhenti sampai di sini. Hingga sekarang dirinya ingin menghidupkan kembali eksistensi komik Indonesia.

*

Saya beberapa kali menemukan orang tua yang memaksakan kehendak kepada anaknya. Agaknya kebanyakan orang tua sudah dibutakan dengan jurusan tertentu; yang berefek pada lupa pada satu hal: kesenangan anak mengerjakan sesuatu. Padahal, ketika hal itu dirampas, jiwa anak akan berontak secara terlihat ataupun tidak terlihat. Beruntung Aan memiliki ibu yang sabar dan senantiasa mendukung.

Asal berlandaskan niat yang baik, mau menjadi apapun itu, tangan Tuhan pasti akan bergerak pada saat yang tepat, saat yang tidak diduga-duga.

Toothless



"But sometimes the bravest thing a Hero has to do is not fighting monsters and cheating death and witches. It is facing the consequences of his own actions."

Rabu, Februari 06, 2013

Baju Pengantin

Baju pengantin telah
Kutanggalkan dini hari 
Jenuh awan nan kelabu
Berakhir di ujung hujan 

Dalam pelukan ku terjaga
Tersentuh benih harapan 
Kembali bersinar
Cakrawala kehidupan ini 

Desah angin pagi
Menambah hangatku berkawan alam
Kini telah kujumpa
Air sejuk pelepas haus dahaga 

Jangan kau tinggalkan 
Bila kekasih mengetuk pintu 

Chrisye - Baju Pengantin
Karya Eros Djarot dan Jockie Soerjoprajogo
Album: Badai Pasti Berlalu (1977)

Selasa, Februari 05, 2013

Aktor dan Aktris

Sudah nonton Habibie & Ainun?

Semua pasti berdecak kagum melihat akting seorang Reza Rahadian. Caranya meniru Habibie nyaris sempurna. Gaya bicara, cara berjalan, mimik wajah, dan gestur saat memerankan Habibie patut diacungi jempol. Lawan mainnya adalah Bunga Citra Lestari yang memerankan Ainun. Menurut saya, Ainun tidak setenar Habibie di media sehingga saya tidak tahu persis gaya dan karakteristik beliau. Makanya saya tidak bisa menilai BCL dalam memerankan Ainun di film ini.

Bukan itu yang ingin saya soroti.

Banyak adegan mesra antara Reza Rahadian dengan BCL selama film ini diputar. Mereka berpegangan tangan, berdansa, berpelukan, hingga berciuman. Hal pertama yang pasti terlintas di kepala saya selama adegan romantis itu berlangsung adalah suami dari BCL. Meeen, apakah dia tidak naik pitam ketika istrinya dijamah oleh laki-laki lain? Baiklah, basis mereka adalah profesionalisme sebagai aktor dan aktris. Saya hargai dasar profesionalisme mereka, tetapi saya tidak sepaham dengan mereka.

Saya sih tidak mau istri saya nanti dipegang, dipeluk, dicium, atau dicumbu laki-laki lain dengan alasan apapun.
Kesimpulannya apa? Cari pasangan hidup jangan yang berprofesi sebagai aktris/aktor.
Ha-ha-ha.

Sabtu, Februari 02, 2013

Mampang Prapatan 1-2

Jadi, ceritanya saya mendapat pelajaran dari seorang street designer. Tidak hanya baju, jalan juga harus didesain dengan bagus. Hehe.

Ada yang aneh dengan dengan pagar pembatas di median di sepanjang Jalan Mampang Prapatan Raya. Jika Anda jeli, Anda akan menemukan pagar yang hilang di beberapa titik. Hari Kamis (31 Januari 2013) di lokasi kejadian saya ditanya oleh seorang rekan mengapa pagar itu hilang. Saya diminta berdiri 10 menit untuk mengamati. Ternyata, lokasi itu menghubungkan Jalan Mampang Prapatan 1 dengan Jalan Mampang Prapatan 2 sehingga banyak yang menyeberang di sana.

Blusukan

Secara spontan kami menelusuri Mampang Prapatan 1 dengan berjalan kaki. Jalannya terlalu sempit untuk dilalui mobil. Sedikit masuk, ada sebuah masjid besar dan madrasah. Atas inisiatif rekan saya, kami langsung mencari kepala pengurus masjid. Blusukan hingga ke gang-gang untuk menemui rumah pengurus masjid.

Tak hanya itu, kebetulan ada Pak RT dan Pak Kepala Sekolah. Akhirnya kami mengobrol dalam satu meja. Usut punya usut, dalam setahun bisa terdapat tiga orang meninggal akibat tertabrak kendaraan. Akibat buruknya fasilitas penyeberangan sih lebih tepatnya. Tiga dalam satu tahun apakah termasuk sedikit? Kalaupun hanya terdapat satu, satu itu adalah nyawa. Ini bukan perihal banyak atau sedikit.

Lucunya, Pak RT mengemukakan bahwa terjadi kesulitan saat memindahkan jenazah dari masjid ke kuburan. Masjid berada di Mampang Prapatan 1, sedangkan kuburan terletak di Mampang Prapatan 2. Harus menyeberang. Butuh empat orang dan mereka harus mengangkang sembari menggotong peti jenazah melewati separator dan median. Keesokan harinya (Jumat), saya menunaikan ibadah Salat Jumat di masjid yang sama. Setelah beres saya langsung capcus untuk mendokumentasikan orang yang menyeberang. Tidak tanggung-tanggung, terdapat lebih dari 50 penduduk lokal yang menyeberang untuk kembali beraktivitas sehabis salat.

Harus sambil "ngangkang"
Bayangkan sambil menggotong peti jenazah
Cek juga video berikut. Hanya 24 detik kok.


Apakah terdapat jembatan penyeberangan di dekat sana? Jawabannya ada tapi letaknya cukup jauh. Lokasi inilah yang pas untuk menyeberang karena memang banyak demand. Pencopotan pagar di tengah itu bukanlah vandalisme yang dilakukan oleh warga setempat. Melihat masalah secara mikro maupun makro sangat menarik. Keduanya penting dilakukan karena memiliki perannya masing-masing.

Sebagai kesimpulan, tidak dibutuhkan ilmu transport tingkat dewa untuk mengetahui lokasi penyeberangan jalan. Yang perlu dilakukan adalah tambahan effort untuk berjalan kaki (bonus sinar matahari dan asap tentunya) dan terjun langsung ke masyarakat.

Sabtu, Januari 26, 2013

Ainun

Sudah nonton Habibie & Ainun?

Menurut saya, Habibie adalah seorang sosok ideal yang berhasil di dalam tiga bidang: teknologi, nasionalisme, dan cinta. Sebenarnya impian Habibie itu sangat sederhana: dia ingin Indonesia memiliki teknologi pesawat terbang karya anak bangsa. "Pokoknya, Indonesia harus bisa buat pesawat sendiri!", saya yakin kalimat itu yang selalu terpatri di dalam benak Habibie. Dengan niat yang baik dan dibarengi dengan kerja keras, Tuhan memberikan jalan.

Konon katanya, di samping laki-laki sukses, ada perempuan yang senantiasa setia mendampingi. Saya yakin berlaku sebaliknya: di samping perempuan sukses, ada laki-laki yang senantiasa setia mendampingi. Di sini letak peran seorang Ainun dalam kehidupan Habibie. Ada yang diciptakan untuk berakting di depan layar tapi ada juga yang berperan di belakang layar. Keduanya memiliki peran tersendiri dan sama pentingnya. Saya yakin tidaklah mudah menjadi seorang perempuan; menjadi seorang istri. Terlebih lagi istri seorang teknokrat besar semacam Habibie.

Begini. Bayangkan. Seorang suami pasti menceritakan setiap detail liku kehidupan kepada istrinya. Oh, dan saya yakin tidak ada laki-laki yang suka dengan kecerewetan perempuan. Maksudnya, cukuplah perempuan menjadi pendengar yang baik. Gampang kah? Tidak.

Ketika cerita itu mengalir, secara otomatis, mau atau tidak mau, sang istri akan ikut memikirkan bagaimana seharusnya ia berbuat ke depannya. Walaupun pada kenyataannya, saat proses penumpahan cerita berlangsung, istri hanya bisa manggut-manggut dan berpesan sabar. "Nggih, Mas. Sabar, ya. Pasti ada kok jalannya. Yuk, kita jalani bersama". Pun dengan reaksi seperti itu, sang suami merasa jauh lebih lega walaupun sebenarnya masalah masih ada dan solusi belum ditemukan. Kira-kira seperti itu.

Tidak ada yang salah. Adalah sebuah kewajaran terjadi curahan hati dalam pasangan. Namun, saya mencoba melihat dari sudut pandang perempuan. Ditambah lagi sisi emosional perempuan sangatlah sensitif dan fluktuatif akibat gejolak hormon di dalam tubuhnya yang terjadi setiap jangka waktu tertentu dan terus berlangsung hingga tiba masa menopause.

Nah, bayangkan Anda menjadi Ainun lalu Habibie curhat bahwa dia akan menjadi menristek, dia akan menjadi wakil presiden, dia akan menjadi presiden, dia memutuskan untuk melepas Timor Timur, dan skenario kehidupan lain yang ukurannya tidaklah sekecil biji zarah. Skalanya luar biasa besar. Saya tidak begitu mengamati Habibie dan Ainun dulu, tetapi setelah Ainun meninggalkan dunia ini, saya sadar bahwa Habibie-Ainun adalah satu kesatuan yang saling bersandar.

Saya angkat topi untuk Ainun.
Seorang perempuan luar biasa yang berhasil dengan ikhlas mengerem egonya.
Sesuatu yang melebihi sabar.

Selasa, Januari 22, 2013

Keakuan

Ke-aku-an.

Hampir dua puluh tiga tahun saya hidup di dunia ini. Betapa banyak saya temukan orang hebat yang memiliki idealisme dan cara pandangnya masing-masing. Di sisi lain, betapa jarang saya temukan orang hebat yang berhasil mengerem rasa keakuan yang ada di dalam dirinya.

Maksud saya, mereka berdiri sendiri seolah-olah merasa menjadi satu-satunya senjata ultimate untuk pembenahan semua kekacauan yang ada sekarang dan masa depan. Kebanyakan mencap dirinya sudah baik dan benar, tetapi tidak memandang individu lain di sekitar mereka. Terlebih lagi yang tidak sepaham dianggap hina dan tolol.

Rasa keakuan yang terlampau tinggi bahkan bisa berujung ekstrem: pemusnahan massal bagi mereka yang tidak sepaham dengannya. Padahal dalam agama saya tertera bahwa Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal, bukan saling memusnahkan.

Saya sih tidak peduli dengan mereka yang bertato di sekujur tubuh, dengan mereka yang tidak beragama, dengan mereka yang berpoligami, bahkan dengan mereka yang mengubah kelaminnya. Orang-orang hebat yang saya sebutkan tadi kebanyakan mencap mereka sebagai suatu entitas yang suram dan tidak layak hidup. Kasus-kasus yang saya sebutkan termasuk kondisi ekstrem sih.

Nah, yang saya tekankan adalah dalam kehidupan sehari-hari bahkan terdapat hal sepelejauh dari kasus ekstrem yang telah saya sebutkanyang tetap membuat rasa keakuan itu tinggi sekali. Ah, malas betul berinteraksi dengan orang semacam ini. Keakuannya tinggi sekali! Seolah dia membangun benteng virtual yang mampu menahan pendapat, selera, ide, dan pemikiran yang berasal dari luar.

Mari berusaha melihat orang secara objektif atau berdasarkan apa yang telah dia perbuat. Bukankah selama seorang tidak mengganggu, bahkan bermanfaat, dia layak mendapat perlakuan yang sama, yang adil di mata masyarakat?

Gusti Allah mungkin heran karena banyak ciptaan-Nya yang berbeda-beda tapi hendak disamakan oleh manusia.
-Ndoro Kakung

Selasa, Januari 08, 2013

Keselamatan di Jalan

Dunia road safety (keselamatan di jalan) di Indonesia, terutama di Jakarta, seringkali ternoda dengan berita kecelakaan yang menyebabkan korban luka. Lebih parahnya lagi, jalan raya seolah sudah menjadi lahan favorit Malaikat Izrail menuntaskan tugasnya. Nyawa seakan sudah terbiasa melayang di jalan. Secara umum, ada tiga hal yang harus diperhatikan agar perpindahan manusia bisa berlangsung dengan aman:

1. Kendaraan
2. Infrastruktur jalan
3. Driving behavior (perilaku berkendara)

Pertama, saya yakin bahwa teknologi otomotif zaman sekarang sudah sangat mengamankan penggunanya bahkan bila terjadi kecelakaan. Fitur keselamatan sudah menjadi fokus bagi pengembang teknologi mobil dan sepeda motor. Mobil atau sepeda motor yang mengedepankan aspek keselamatan dengan sendirinya akan bernilai jual tinggi karena memang dibutuhkan penelitian dan pengembangan bertahun-tahun lamanya menuju ke arah yang lebih aman. Tak heran jika kendaraan yang berharga mahal pasti lebih mengamankan pengendaranya dari sisi teknologi. Ada harga, ada kualitas (keselamatan).

Kedua, infrastruktur jalan adalah tanggung jawab negara. Pemerintah wajib menyediakan perlengkapan jalan beserta fasilitas pendukung yang mumpuni untuk warga negaranya. Semuanya sudah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berisi tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Akan tetapi, apa arti sebuah konsep yang matang tanpa ada implementasi yang tegas dan konsisten di lapangan? Peraturan itu hanya akan menjadi setumpuk kertas tak berarti.

Di antara tiga poin yang telah saya sebutkan di awal, menurut saya, perilaku berkendara memegang peranan terpenting dalam hal keselamatan berlalulintas.  Human error adalah faktor utama penyebab kecelakaan. Mirisnya, maksud error yang saya sebutkan lebih mengacu kepada terbiasa dengan error. Ya, terbiasa dengan yang salah.

Pengguna kendaraan bermotor seringkali mengabaikan hal-hal kecil namun mendasar dalam berlalulintas. Perlu diingat bahwa jalan adalah ruang publik. Pengabaian hal yang bersifat esensial dapat berakibat fatal bukan hanya kepada kita, tetapi juga orang lain di sekitar kita yang menggunakan ruang jalan yang sama. Berdasarkan hal ini, banyak contoh pertanyaan yang bisa menjadi cambuk buat kita:

Apakah kita menerobos lampu merah?
Apakah kita menggunakan helm saat berkendara dengan sepeda motor?
Apakah kita berhati-hati, tengok kanan-kiri, selama menyeberang jalan?
Apakah kita menggunakan jembatan penyeberangan apabila disediakan?
Apakah kita melebihi batas kecepatan yang telah ditentukan?
Apakah kita berhenti di belakang garis stop?
Apakah kita memasang spion dengan baik dan benar?
Apakah kita naik dan/atau turun ke/dari angkutan umum di tempat yang benar?
Apakah kita menghidupkan lampu sein sebelum berbelok?
Apakah kita mematikan lampu sein sesudah berbelok?
Apakah kita memberikan prioritas kepada pejalan kaki dan pesepeda?
Apakah kita menggunakan lajur Transjakarta untuk kendaraan pribadi?
Apakah kita menggunakan trotoar untuk berkendara dengan sepeda motor?

Jalan raya adalah milik bersama dan sudah sepantasnya ada rasa toleransi dan saling menghargai. Ada yang salah ketika kita terbiasa dengan yang salah. Berlalulintas adalah cerminan budaya seseorang dan budaya berawal dari kebiasaan. Ketika terbiasa dengan suatu hal, budaya itu akan mengakar dengan kuat di alam bawah sadar dan sulit dilepas. Apa jadinya kalau yang tertanam adalah sebuah kebiasaan yang buruk?

Poin saya dalam tulisan ini, sadar tidak sadar, ketika kita mengabaikan nilai esensial berlalulintas, kita telah mewariskan sesuatu yang buruk kepada orang-orang di sekitar kita. Terlebih lagi pewarisan nilai ke anak-anak yang notabene adalah peniru ulung orang dewasa di sekitarnya. Mereka meniru apa yang orang dewasa lakukan sehari-hari.

Dilihat secara makro, jika terjadi suatu kecelakaan, bisa jadi bahwa kita adalah dalang di balik semua tragedi berdarah dalam berlalulintas karena telah mentransformasi sebuah nilai yang buruk. Ya, bisa jadi kita adalah pembunuh sebenarnya. Bisa jadi ternyata kita adalah seorang pembunuh keji yang justru merasa biasa saja dengan mencabut nyawa orang. Bayangkan jika itu terjadi di dalam keluarga kita sendiri. Kita telah membunuh orang yang kita cintai. Ironis.

Pada akhirnya, tanpa memandang buruknya kualitas dan kuantitas infrastruktur yang telah disediakan oleh pemerintah dan terlepas dari belum tegaknya hukum di Indonesia, masihkah kita mengutamakan keselamatan di jalan?

Jika tidak, maka yakinlah jalan raya akan menjadi tempat yang paling angker. Ditambah lagi, jangan pernah berharap keturunan kita akan membawa negeri ini ke arah yang lebih baik.

Jika iya, maka yakinlah kita adalah orang paling keren yang ada di muka Bumi ini. Secuil perilaku baik itu telah bermanfaat besar bagi kita dan orang-orang di sekitar kita sebagai sesama pengguna jalan.