Minggu, Desember 06, 2015

Pot, Sebuah Batas

Entah apa nama tanaman di atas, yang jelas, ada dua buah pot berisikan tanaman tersebut di halaman atas rumah. Keterbatasan lahan membuat penghijauan menggunakan media tanah di dalam pot menjadi solusi alternatif bagi rumah di kawasan padat penduduk.

Semua tanaman rutin disiram dua kali sehari, pagi dan sore. Ia tumbuh ke atas dan ke samping. Batang utama tumbuh ke atas dan selang beberapa waktu tumbuh pucuk yang siap menjadi cabang yang berdaun ke samping.

Ternyata, tanaman yang sama sering ditemukan di sudut-sudut ibukota dengan versi yang jauh lebih besar. Foto di atas adalah jenis tanaman yang sama seperti foto pertama dan diambil saat hari bebas kendaraan bermotor. Apa perbedaannya?

Oh jelas, tanaman pada foto kedua memiliki batang yang lebih kokoh dan daun yang lebih rimbun. Di dalam tanah, tidak terlihat, terdapat akar yang lebih masif dan kuat. Mengapa bisa? Karena pot, sebuah batas.

Kasus ini bisa menjadi berbagai analogi dalam kehidupan. Intinya, agar bisa memberikan manfaat yang lebih luas (lebih rimbun), batang harus kokoh dengan pondasi akar yang kuat.

Poin yang paling penting, pot itu adalah sebuah batas, sebuah kekangan. Lepaskan batas karena potensi manusia lebih daripada apa yang sekedar dipikirkan. Ia tidak terbatas.

Senin, November 30, 2015

Komunitas

Mayoritas orang berhadapan dengan jam kerja rutin dari Senin hingga Jumat. Hal ini sebaiknya diseimbangkan dengan kegiatan lain sebagai penangkal rasa monoton. Di tengah Jakarta yang terasa itu-itu saja selama hari kerja, terdapat berbagai macam komunitas yang bisa diikuti sesuai dengan preferensi pribadi. Saya sendiri sangat menikmati bisa tergabung dalam komunitas futsal, tinju, dan sepeda lipat. Syarat utamanya hanya satu: berani mencemplungkan diri!

Futsal AECOM
Tinju pagi
Bakar-bakar geng tinju
Gowes @Kebun Raya Bogor
Terus bergerak!

Kamis, November 19, 2015

Cornwall


Sampai juga di rumah setelah berjejalan di dalam Bus Transjakarta yang pendingin udaranya tidak berfungsi. Makan, mandi, lalu merebahkan badan di atas kasur sembari menonton televisi. Setelah beberapa kali mengganti saluran televisi, pencarian terhenti karena birunya laut pada tayangan Nat Geo People yang berjudul Charlie Luxton's Homes by the Sea.

Saya sempat termenung sesaat karena yang sedang dibahas adalah rumah tepian pantai di Cornwall, sebuah daerah peninsula di sebelah Barat Daya Inggris. Tayangan ini mengingatkan saya dengan memori liburan Paskah tahun 2014 yang nyaris satu bulan. Tepatnya 1518 April 2014 saya menyempatkan menjelajah Cornwall di tengah badai tugas yang melanda. April adalah waktu yang tepat karena cuaca sangat cerah dan bersahabat. Namun, tetap saja angin pantai mengharuskan saya yang orang tropis ini memakai jaket!

St. Ives
Minack Theatre
Cornwall itu layaknya Bandung, ia tersemat di hati.
Saya akan ke sana lagi.

Minggu, September 20, 2015

Satu Sisi

Konon, kita tercipta dalam dunia yang memiliki dua sisi. Sebut saja pandawa-kurawa, fajar-senja, darat-laut, sinonim-antonim, dan seterusnya.

Ada sepenggal munajat yang selalu teringat karena repetisi mingguan sewaktu upacara sekolah dasar. Saya yang dulu masih bocah SD terkadang tergelitik sendiri mendengar "haqqa-haqqa" dan "batila-batila" yang selalu dibacakan dalam penutup upacara. Ternyata, rasanya tidak cocok dijadikan bahan candaan.

Tunjukkan yang benar itu benar dan berikan kami kemampuan untuk menjalaninya.
Tunjukkan pula yang salah itu salah dan berikan kami kemampuan untuk menghindarinya.

Hitam-putih semakin kabur, malah abu-abu yang semakin pop. Ada masanya kita harus memilih tempat berpijak pada satu sisi. Hidup itu layaknya durian! Ketika mengalir nafas memperjuangkan sesuatuterlepas dari benar-salah dan baik-buruksetidaknya akan ada titik terang penjelasan kenapa kita tercipta.

Semoga langkah ini tidak keliru.

Kamis, Juli 02, 2015

Memikat Burung Liar

Suasana dari balik jendela kamar di Leeds
Pemilihan lokasi hunian adalah salah satu faktor penting dalam perencanaan pergerakan sehari-hari. Oleh karena itu, saya memilih akomodasi yang dekat dengan kampus agar bisa pergi-pulang jalan kaki. Tujuannya hanya satu, meminimalisasi ongkos alias hemat. Hidup mahasiswa! Akomodasi dengan gedung kuliah hanya terpaut sekitar 500 meter. Jika kuliah pertama dimulai pukul 09:00, maka saya berangkat pukul 08:55.

Beruntung sekali dengan jarak sehari-hari yang dekat ini. Selain menyehatkan, ada yang menarik dari koridor jalan yang selalu saya lewati. Ada sebuah rumah yang menggantungkan benda yang tidak biasa di pekarangannya. Hingga akhirnya saya tahu niatan sang penghuni: menarik burung liar! Benda yang digantungkan itu berisi pakan burung dan ada pula yang berisi air.



Mengamati burung liar (bird watching) adalah lumrah dan bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan. Ketimbang memenjarakan burung di dalam sangkar, lebih baik berikan kebebasan dan cukup pikat mereka dengan pakan dan air. Sebagai balasan, penghuni rumah mendapatkan pemandangan lestari serta ciutan merdu tepat di halaman depan. Suatu hal yang langka, apalagi di kota urban.

Pakan burung dan bukan air soda
Gaya kebarat-baratan ini coba saya tiru di Jakarta. Saya membeli tempat pakan dan minum khusus yang harus diintegrasikan dengan botol minum bekas.

Apa hasilnya seminggu pertama? Duh, nihil. Namanya juga usaha!

Tadinya saya curiga pakan biji-bijian kurang menarik burung gereja di Jakarta. Sebelum mengganti jenis pakan, saya coba jalan lain: letakkan wadah di dasar, jangan digantung.
Suasana dari balik jendela kamar di Jakarta
Berhasil!

Setiap burung punya karakteristiknya sendiri. Burung Leeds jelas berbeda dengan burung Jakarta!
Bagi yang berminat melakukan hal serupa, ditunggu pengalaman dan tipsnya, ya!

Selasa, Juni 16, 2015

Kartu Pos

Metode komunikasi lewat kartu pos punya keunikan tersendiri. Ia antik secara fisik maupun konten. Ia memiliki gambar di satu sisi dan kolom tulisan personal di sisi lainnya. Di situ selain isi pesan yang terbaca secara eksplisit, ada guratan tinta yang bersifat implisit. Tak jarang ada kata yang dicoret yang menunjukkan pembetulan kesalahan. Ingat, tidak ada tombol backspace! Emotikon berekspresi dan bisa lepas dari pakem. Tak lupa ada prangko beserta cap kantor pos setempat yang biasanya terletak di pojok kanan atas.

Kartu pos tidak sampai dalam sekejap. Sejauh mana manusia berekspektasi sembari mengelola kekhawatiran?

Jumat, Mei 15, 2015

Bersepeda ke Kantor

Ilustrasi Bersepeda.
Mereka yang rutin bersepeda ke kantor di ibukota pasti hanya berlandaskan satu alasan: kesenangan. Ada orgasme yang timbul ketika mengayuh pedal, menyelip di antara kendaraan bermotor, atau berhasil sampai di tempat tujuan. Tentunya modifikasi dan perencanaan bisa dilakukan demi meminimalisasi ganasnya perjalanan. Faktanya, tantangannya teramat banyak, tetapi kesenangan bisa mengalahkan itu semua.

1. Hujan
Mikail sepertinya lebih bersemangat ketika bekerja di daerah tropis. Ketika hujan lebat, sejauh ini mobil masih berada di peringkat pertama. Intinya, tidak ada yang suka menjadi basah ketika harus mulai bekerja.

2. Perkerasan Jalan
Lagi-lagi mobil bisa dinobatkan sebagai moda yang paling unggul. Lubang kecil di jalan tidaklah berarti buat kendaraan roda empat tapi bisa begitu menyengsarakan buat sepeda. Jumlah dan ketebalan ban mobil membuatnya unggul ketimbang sepeda. Ketidakrataan permukaan jalan dan polisi tidur juga menjadi isu buat sepeda.

3. Gembok Pengaman
Kryptonite, salah satu merek terkenal untuk gembok pengaman sepeda.
Pesepeda menghadapi dua pilihan yang sama-sama tidak enak: gembok pengaman yang ringan tapi kurang aman atau gembok pengaman yang cenderung aman tapi memiliki bobot yang berat. Saya memilih opsi yang kedua dengan konsekuensi penambahan berat dan volume yang signifikan di dalam tas saya. Seiring berkembangnya teknologi, Litelok menawarkan keamanan sekaligus bobot yang ringan. Sayangnya hingga saat ini Litelok harus ditebus dengan harga yang cukup mahal, belum lagi tambahan ongkos kirim beserta biaya bea cukai.

4. Parkir
Parkir sepeda di kantor saya (Recapital Building).
Sebuah perjalanan dengan kendaraan pribadi dimulai dan diakhiri dengan parkir. Pesepeda harus putar otak memarkirkan sepedanya terutama di tempat yang belum menyediakan tempat parkir khusus sepeda.

5. Kualitas Udara
Masker dan lampu (depan dan belakang) merupakan barang yang sebaiknya dimiliki pesepeda. Helm dan kacamata merupakan opsional.
Bersepeda itu sehat? Tidak selalu menurut saya. Bersepeda di lingkungan dengan kualitas udara yang buruk justru mempercepat kematian. Efek polusi udara ini jangka panjang karena polutan yang mengendap sedikit demi sedikit di dalam tubuh. Isu ini menjadi pertimbangan utama saya memodifikasi sepeda saya menjadi moda hibrida. Dan jangan lupa pakai masker!

6. Tempat Menaruh Barang
Menggunakan rak depan (Kanga Rack) adalah pilihan yang tepat agar punggung terbebas dari beban selama bersepeda.
Sepeda membutuhkan aksesoris tambahan berupa rak atau tas khusus (pannier) untuk menaruh barang bawaan. Saya sebisa mungkin menghindari pemakaian tas punggung ketika bersepeda rutin ke kantor. Efek jangka panjangnya adalah sakit punggung karena beban repetisi.

7. Mandi
Recapital Building menyediakan shower beserta air hangat.
Ini juga penting bagi banyak pesepeda. Tidak enak rasanya memulai hari dengan kondisi berkeringat dan bau tidak sedap. Selayaknya gedung perkantoran memiliki fasilitas kamar mandi. Tentunya harus dipikirkan pula membawa baju ganti, handuk, alat mandi, dan lokasi meletakkan itu semua.

8. Teman Bicara
Anda bisa mengobrol dengan teman atau pasangan Anda sepanjang perjalanan ketika menggunakan mobil, sepeda motor, atau bus. Sepeda? Opsinya ada dua: membonceng teman Anda atau mengobrol dengan sama-sama menggunakan sepeda secara beriringan. Keduanya bukan ide yang baik.

*

Dengan segala faktor di atas, mengapa seorang harus bersepeda ketika moda lain (terutama mobil) menawarkan kenyamanan ekstra?

Kamis, Mei 07, 2015

Sepeda Listrik: Sebuah Moda Transisi

Gambar 1 Ilustrasi Sepeda Listrik
Sumber gambar
Pembukaan
Sepeda konvensional  hanya menggunakan tenaga yang berasal dari kayuhan kaki. Tenaga tambahan bisa diberikan lewat teknologi kelistrikan sehingga menjadikan sepeda sebagai moda transportasi hibrida. Sepeda listrik memudahkan penggunanya untuk menempuh medan berbukit dan perjalanan lebih jauh tanpa harus berkeringat banyak. Adam Burvill, dalam tulisannya yang berjudul The Grin Technologies Basics Ebike Guide (2003), sepeda listrik terdiri dari empat komponen dasar: motor elektrik, alat pengontrol, tuas gas atau sensor kayuhan, dan baterai. Tulisan ini akan membahas perkembangan sepeda listrik terkait dengan implikasinya dalam penerapan kebijakan transportasi.

Perkembangan Sepeda Listrik
Cherry dan Cervero dalam jurnalnya yang berjudul Use characteristics and mode choice behavior of electric bike users in China (2007) menyebutkan bahwa penjualan sepeda elektrik di Cina meningkat dari 40.000 pada tahun 1998 menjadi 10 juta pada tahun 2005. Menurut Cherry dkk dalam jurnal Comparative environmental impacts of electric bikes in China (2009), hingga saat ini terdapat lebih dari 50 juta sepeda listrik di Cina. Pertumbuhan yang sangat pesat ini tidak lepas dari perkembangan teknologi dan inovasi pada baterai dan motor elektrik sebagai komponen utama sepeda listrik. Weinert dkk dalam jurnal yang berjudul The future of electric two-wheelers and electric vehicles in China (2008) menyatakan harga beserta berat baterai dan motor elektrik dan infrastruktur pengisian ulang menjadi tantangan utama dalam inovasi di bidang ini.

Fenomena sepeda listrik mengharuskan pembuat kebijakan mengatur keberadaan moda yang relatif baru dan semakin populer ini. Pemerintah pusat Cina melalui standar teknis nasional (1999) dan peraturan transportasi jalan (2004) mengatur karakteristik pembuatan sepeda listrik dan mengklasifikasikannya sebagai sepeda konvensional sehingga pengendara tidak membutuhkan surat izin mengemudi ataupun helm ketika berkendara. Negara-negara di Eropa memiliki peraturan serupa lewat pembatasan daya, kecepatan, dan berat sepeda. Pada umumnya, daya sepeda listrik tidak boleh melebihi 250 watt dengan kecepatan maksimal 20 mil per jam (sekitar 32 kilometer per jam). Namun, Weinert dkk mencatat dalam jurnal The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth (2007) ada juga juga kota di dunia yang melarang penggunaan sepeda listrik dengan alasan keselamatan seperti Fuzhou, Zhuhai, Guangzhou, dan Hong Kong.

Faktor Keselamatan, Dampak Lingkungan, dan Analisis Biaya
Sepeda listrik hampir tidak bersuara ketika melaju. Hal ini yang seringkali menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Yao dan Xu menulis tentang keselamatan sepeda listrik dan lalu lintas dalam jurnal Traffic safety for electric bike riders in China (2012) dan melaporkan bahwa pada tahun 2004 terdapat 589 pengendara sepeda listrik yang tewas dan 5.295 lainnya terluka di Cina. Statistik ini meningkat 5.4% pada tahun 2008. Isu keselamatan lainnya adalah konflik dengan pejalan kaki dan pembagian jalur sepeda dengan sepeda konvensional.

Sepeda listrik menghasilkan nol polusi udara selama melaju. Akan tetapi, perlu dipahami dampak lingkungan harus ditinjau selama proses produksi, pemakaian, dan pembuangan limbah. Cherry dkk yang fokus dalam dampak lingkungan pada jurnalnya (2009) membuat tabel perbandingan emisi kendaraan.

Tabel 1 Perbandingan Tingkat Emisi Produksi dan Pemakaian Kendaraan
Sepeda elektrik mengeluarkan gas rumah kaca yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan mobil dan sepeda motor. Jika dibandingkan dengan sepeda konvensional dan bus sebagai dua moda transportasi yang paling efisien, sepeda listrik memiliki tingkat emisi yang lebih tinggi untuk beberapa jenis polutan terutama timbal (Pb) sebagai bahan baku baterai. Terlepas dari itu, dapat disimpulkan bahwa sepeda listrik bisa berkompetisi dengan baik dari segi lingkungan.

Rose, dalam jurnal E-bikes and urban transportation: emerging issues and unresolved questions (2012), berpendapat bahwa untuk saat ini baterai tipe timbal (SLA/Sealed Lead-Acid) masih tergolong murah, terjangkau, dan memiliki umur yang panjang. Kekurangan dari baterai SLA terletak pada kapasitas energi yang rendah dan cenderung mencemari lingkungan pasca pemakaian walaupun tidak mudah untuk dihitung besarannya. Baterai ion lithium memiliki prospek sebagai pengganti baterai SLA karena memiliki kerapatan energi yang lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan. Pengembangan dan inovasi baterai ion lithium dapat mengurangi biaya produksi karena saat ini bisa 3-4 kali lebih mahal daripada baterai SLA.

Tabel 2 Analisis Biaya
Tabel di atas dimuat di dalam jurnal The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth (2007) karya Weinert dkk. Dari segi biaya, sepeda listrik menempati urutan kedua termurah setelah sepeda konvensional. Bus sebagai angkutan massal berada di urutan ketiga dan merupakan opsi terbaik apabila tidak memiliki kendaraan pribadi. Biaya per tahun untuk sepeda motor dan mobil bisa melonjak hingga 3 dan 10 kali lipat jika dibandingkan dengan sepeda listrik. Selain biaya kendaraan itu sendiri, bensin sebagai bahan bakar yang menjadikan biaya per tahun untuk sepeda motor dan mobil membengkak.

Regulasi di Indonesia dan Kesimpulan
Belum ada peraturan yang secara eksplisit mengatur eksistensi sepeda listrik di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan hanya menjabarkan aplikasi motor listrik pada sepeda motor tanpa adanya spesifikasi atau batasan yang jelas. Sepeda listrik belum populer di Indonesia, tetapi bukan tidak mungkin penggunaannya bisa meroket di masa depan sebagai moda pengganti sepeda motor atau mobil untuk kegiatan sehari-hari berjarak dekat hingga menengah.

Cherry dan Cervero yang fokus meneliti karakteristik pengguna sepeda listrik (2007) menyimpulkan bahwa dalam rangka membuat kebijakan sepeda listrik, dibutuhkan pemahaman yang dalam mengenai siapa penggunanya, bagaimana mereka akan menggunakannya, dan moda apa yang akan dipilih jika sepeda listrik tidak ada. Pemahaman karakter pengguna dan lingkungan unik Indonesia ini penting sebagai bahan pertimbangan sisi positif dan negatif dari sepeda listrik. Weinert dkk yang melakukan studi tentang perkembangan pesat sepeda listrik di Cina (2007) menegaskan sebagai moda transisi, kelemahan sepeda listrik bisa terus dimitigasi lewat perkembangan teknologi, rekayasa lalu lintas, dan peraturan yang jelas dan tegas dalam hal spesifikasi di jalan.

Kebijakan berupa pelarangan bukan langkah tepat sebelum ada kajian yang komprehensif di Indonesia yang mengatakan demikian. Kehadiran sepeda listrik dipastikan tidak bisa menyelesaikan masalah mobilitas secara menyeluruh, tetapi sepeda listrik bisa menjadi salah satu butir solusi permasalahan transportasi di Indonesia, terutama di kota besar.

Referensi
Burvill, Adam. 2013. The Grin Technologies Basics Ebike Guide. Grin Technologies Ltd.
Cherry, C. R., Weinert, J. X., & Xinmiao, Y. 2009. Comparative environmental impacts of electric bikes in China. Transportation Research Part D: Transport and Environment, 14(5), 281-290.
Cherry, C., & Cervero, R. 2007. Use characteristics and mode choice behavior of electric bike users in China. Transport policy, 14(3), 247-257.
Rose, G. 2012. E-bikes and urban transportation: emerging issues and unresolved questions. Transportation, 39(1), 81-96.
Weinert, J., Ma, C., & Cherry, C. 2007. The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth. Transportation, 34(3), 301-318.
Weinert, J., Ogden, J., Sperling, D., & Burke, A. 2008. The future of electric two-wheelers and electric vehicles in China. Energy Policy, 36(7), 2544-2555.
Yao, L., & Wu, C. 2012. Traffic safety for electric bike riders in China. Transportation Research Record: Journal of the Transportation Research Board, 2314(1), 49-56.

*

Tulisan ini dibuat untuk Buletin Mata Garuda Edisi Mei 2015.

Minggu, April 19, 2015

Kaku nan Lentur

Tadinya saya mengira sebuah keteraturan berarti sebuah kekakuan yang murni. Ternyata tidak selamanya begitu. Negosiasi masih bisa dilakukan dalam sebuah sistem yang teratur. Tulisan ini akan menceritakan dua pengalaman saya mengenai sisi lain dari jadwal yang teratur.

[Hull]
Perjalanan saya ke Hull dari Leeds bertujuan untuk membuat Visa Schengen di Konsulat Belanda. Semuanya serba terjadwal di UK dan kondisi ini memaksa warganya agar bisa mengondisikan kegiatannya dengan jadwal transportasi yang telah diatur. Saya memilih Megabus yang memang terkenal murah. Hull - Leeds pulang pergi hanya £2.00 (+£0.50 biaya administrasi)!

Setelah mendapatkan jadwal wawancara, saya lekas memilih waktu berangkat dan pulang. Semua pun berjalan lancar, teramat lancar bahkan. Saya menaruh faktor keamanan yang cukup tinggi sehingga sudah berada kembali di terminal bus Hull untuk pulang ke Leeds dua jam lebih awal. Bus Hull - Leeds selalu ada setiap jam. Saya dengan inisiatif ikut mengantre masuk bus. Saat tiket akan diperiksa oleh pengemudi, saya menjelaskan kasusnya.

"Sorry, my bus should be two hours from now but I've done my business here earlier than I thought. May I join this bus?"
"May I see your ticket, please? Very well then, get in"

Berkat sang pengemudi, saya tak perlu menunggu hingga dua jam di terminal. Lima hari kemudian Visa Schengen saya mendarat dengan selamat. Perjalanan ke Eropa dalam rangka menjalin kekerabatan dan bertualang tinggal menunggu waktu!

Gini Arimbi dan Agnindhira di Delft

Dhimas Satria di Munich

[Birmingham]
Tiga hari sebelum saya benar-benar pulang ke Indonesia, saya menyempatkan berjumpa dengan sahabat saya yang akan memulai studi di Birmingham. Lagi-lagi saya harus menyusun jadwal. Semua keteraturan jadwal ini sungguh memudahkan warga. Saya berangkat pagi dari Leeds, mengestimasi berapa jam di Birmingham untuk jalan-jalan, dan memilih jadwal pulang dari Birmingham. Kali ini naik kereta.

Semua berjalan lancar hingga petaka yang tidak biasa terjadi. Saya ketinggalan kereta! Sungguh ini bukan diri saya yang biasanya selalu terngiang dengan jadwal ke depan. Sahabat saya pun sampai heran. Saya berusaha tenang dan segera pergi ke stasiun. Saya menghampiri pusat informasi dan sang petugas memberikan penjelasan:

"There will be another train to Leeds about 15 minutes from now. Go to platform 9, ask the conductor whether you can ride that train. I don't know you have to pay additional fee or not and I can't guarantee the conductor will allow you"

Saya berlari ke peron 9 sembari mencari sosok pria yang wujudnya kira-kira adalah seorang masinis.

"Sorry, are you the conductor of this train?"
"Yes, how can I help you?"
"I missed my train to Leeds. I'd be very happy if I can go to Leeds with this train. Here's my ticket"
"No problem! Get into the train!"
"Do I have to pay some additional pounds?"
"No worries, just hop into the train"
"One more thing, where can I take a seat?"
"Choose wherever empty seat"

Saat hendak turun di Leeds, saya terlebih dahulu ke gerbong paling depan untuk mengucapkan rasa terima kasih.

"I'm off here. Thank you for your kindness. God bless you!"
"Don't mention it"

Adrian Firdaus di Birmingham
Terima kasih, Pak! Pelajaran buat saya agar bisa mengatur jadwal lebih baik lagi!

Minggu, Februari 08, 2015

Kala di Bukit

Kota Bandung memiliki bentuk layaknya mangkuk raksasa. Hal ini adalah kabar baik buat mereka yang mendapatkan ketenangan melalui pemandangan di atas bukit. Pada kenyataannya, sewaktu masih berstatus mahasiswa, saya sering menepi sendiri ke dataran tinggi hanya untuk duduk di atas rumput, memejamkan mata, mengosongkan pikiran, dan bernapas panjang. Saya butuh dan teramat rindu dengan suasana seperti itu.

Sesekali saya butuh kabur dari rutinitas gaduh dan bising di tengah kota. Mal atau kafe cantik yang kini menjamur tidak akan bisa menggantikan rasa damai di atas sana. Pasti masih banyak tempat cantik yang bisa dijelajah, terutama dengan jalan kaki. Tetaplah lestari karena saya akan ke sana lagi dan menjelajah tempat baru yang tentunya syahdu.

Jumat, Januari 16, 2015

Umpan Balik

Saya lebih dari beruntung karena berkesempatan mengikuti sebuah acara yang bernama Talent Assessment yang diselenggarakan oleh LPDP. Mengapa beruntung? Karena saya termasuk gelombang pertama yang berangkat dan menyelesaikan studi. Dengan kata lain, acara yang dikhususkan untuk alumni LPDP ini masih terbuka lebar tanpa seleksi karena jumlah alumninya masih terbilang sedikit, yakni 96 orang.

Melalui pelatihan ini, peserta diberikan materi tentang perencanaan karier. Hal ini cocok sekali dengan saya yang tepat akan memulai kembali perjalanan karier setelah satu tahun di Leeds. Sesi yang paling saya nikmati bernama 720 Degree Feedback. Dalam sesi ini, peserta diminta menjawab tujuh butir pertanyaan. Setelah itu, pertanyaan yang sama ditanyakan ke lima rekan terdekat. Berikut adalah daftar pertanyaannya:

  1. What are my strongest human qualities?
  2. What should I pursue as a career?
  3. What career I should NOT pursue?
  4. What is my career potential: difficulties, limitations or problems?
  5. What are my lifestyle strengths?
  6. What are my lifestyle weaknesses, or things that should be developed?
  7. What personal advice would you give to me?

Setiap orang memiliki lingkar terdekatnya. Saya pun menanyai orang-orang terdekat saya via media Whatsapp. Hasilnya menarik. Apa yang menjadi persepsi saya belum tentu sama dengan apa yang dipersepsikan orang lain. Hal ini menjadi penting sebagai bahan refleksi diri sekaligus mengarahkan personal branding (duh, maaf saya bingung padanan kata yang sesuai) yang ingin saya bangun.

Bisa dibilang saya terpaksa menanyakan ini karena menjadi peserta pelatihan. Saran saya, cobalah tanyakan hal serupa ke lingkar terdekat Anda. Selain mendapat masukan yang positif, Anda pasti tersadar bahwa Anda memiliki lingkar yang senantiasa mendukung Anda. Itu yang dibutuhkan. Dan itu menyenangkan!