Kamis, Mei 07, 2015

Sepeda Listrik: Sebuah Moda Transisi

Gambar 1 Ilustrasi Sepeda Listrik
Sumber gambar
Pembukaan
Sepeda konvensional  hanya menggunakan tenaga yang berasal dari kayuhan kaki. Tenaga tambahan bisa diberikan lewat teknologi kelistrikan sehingga menjadikan sepeda sebagai moda transportasi hibrida. Sepeda listrik memudahkan penggunanya untuk menempuh medan berbukit dan perjalanan lebih jauh tanpa harus berkeringat banyak. Adam Burvill, dalam tulisannya yang berjudul The Grin Technologies Basics Ebike Guide (2003), sepeda listrik terdiri dari empat komponen dasar: motor elektrik, alat pengontrol, tuas gas atau sensor kayuhan, dan baterai. Tulisan ini akan membahas perkembangan sepeda listrik terkait dengan implikasinya dalam penerapan kebijakan transportasi.

Perkembangan Sepeda Listrik
Cherry dan Cervero dalam jurnalnya yang berjudul Use characteristics and mode choice behavior of electric bike users in China (2007) menyebutkan bahwa penjualan sepeda elektrik di Cina meningkat dari 40.000 pada tahun 1998 menjadi 10 juta pada tahun 2005. Menurut Cherry dkk dalam jurnal Comparative environmental impacts of electric bikes in China (2009), hingga saat ini terdapat lebih dari 50 juta sepeda listrik di Cina. Pertumbuhan yang sangat pesat ini tidak lepas dari perkembangan teknologi dan inovasi pada baterai dan motor elektrik sebagai komponen utama sepeda listrik. Weinert dkk dalam jurnal yang berjudul The future of electric two-wheelers and electric vehicles in China (2008) menyatakan harga beserta berat baterai dan motor elektrik dan infrastruktur pengisian ulang menjadi tantangan utama dalam inovasi di bidang ini.

Fenomena sepeda listrik mengharuskan pembuat kebijakan mengatur keberadaan moda yang relatif baru dan semakin populer ini. Pemerintah pusat Cina melalui standar teknis nasional (1999) dan peraturan transportasi jalan (2004) mengatur karakteristik pembuatan sepeda listrik dan mengklasifikasikannya sebagai sepeda konvensional sehingga pengendara tidak membutuhkan surat izin mengemudi ataupun helm ketika berkendara. Negara-negara di Eropa memiliki peraturan serupa lewat pembatasan daya, kecepatan, dan berat sepeda. Pada umumnya, daya sepeda listrik tidak boleh melebihi 250 watt dengan kecepatan maksimal 20 mil per jam (sekitar 32 kilometer per jam). Namun, Weinert dkk mencatat dalam jurnal The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth (2007) ada juga juga kota di dunia yang melarang penggunaan sepeda listrik dengan alasan keselamatan seperti Fuzhou, Zhuhai, Guangzhou, dan Hong Kong.

Faktor Keselamatan, Dampak Lingkungan, dan Analisis Biaya
Sepeda listrik hampir tidak bersuara ketika melaju. Hal ini yang seringkali menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Yao dan Xu menulis tentang keselamatan sepeda listrik dan lalu lintas dalam jurnal Traffic safety for electric bike riders in China (2012) dan melaporkan bahwa pada tahun 2004 terdapat 589 pengendara sepeda listrik yang tewas dan 5.295 lainnya terluka di Cina. Statistik ini meningkat 5.4% pada tahun 2008. Isu keselamatan lainnya adalah konflik dengan pejalan kaki dan pembagian jalur sepeda dengan sepeda konvensional.

Sepeda listrik menghasilkan nol polusi udara selama melaju. Akan tetapi, perlu dipahami dampak lingkungan harus ditinjau selama proses produksi, pemakaian, dan pembuangan limbah. Cherry dkk yang fokus dalam dampak lingkungan pada jurnalnya (2009) membuat tabel perbandingan emisi kendaraan.

Tabel 1 Perbandingan Tingkat Emisi Produksi dan Pemakaian Kendaraan
Sepeda elektrik mengeluarkan gas rumah kaca yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan mobil dan sepeda motor. Jika dibandingkan dengan sepeda konvensional dan bus sebagai dua moda transportasi yang paling efisien, sepeda listrik memiliki tingkat emisi yang lebih tinggi untuk beberapa jenis polutan terutama timbal (Pb) sebagai bahan baku baterai. Terlepas dari itu, dapat disimpulkan bahwa sepeda listrik bisa berkompetisi dengan baik dari segi lingkungan.

Rose, dalam jurnal E-bikes and urban transportation: emerging issues and unresolved questions (2012), berpendapat bahwa untuk saat ini baterai tipe timbal (SLA/Sealed Lead-Acid) masih tergolong murah, terjangkau, dan memiliki umur yang panjang. Kekurangan dari baterai SLA terletak pada kapasitas energi yang rendah dan cenderung mencemari lingkungan pasca pemakaian walaupun tidak mudah untuk dihitung besarannya. Baterai ion lithium memiliki prospek sebagai pengganti baterai SLA karena memiliki kerapatan energi yang lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan. Pengembangan dan inovasi baterai ion lithium dapat mengurangi biaya produksi karena saat ini bisa 3-4 kali lebih mahal daripada baterai SLA.

Tabel 2 Analisis Biaya
Tabel di atas dimuat di dalam jurnal The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth (2007) karya Weinert dkk. Dari segi biaya, sepeda listrik menempati urutan kedua termurah setelah sepeda konvensional. Bus sebagai angkutan massal berada di urutan ketiga dan merupakan opsi terbaik apabila tidak memiliki kendaraan pribadi. Biaya per tahun untuk sepeda motor dan mobil bisa melonjak hingga 3 dan 10 kali lipat jika dibandingkan dengan sepeda listrik. Selain biaya kendaraan itu sendiri, bensin sebagai bahan bakar yang menjadikan biaya per tahun untuk sepeda motor dan mobil membengkak.

Regulasi di Indonesia dan Kesimpulan
Belum ada peraturan yang secara eksplisit mengatur eksistensi sepeda listrik di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan hanya menjabarkan aplikasi motor listrik pada sepeda motor tanpa adanya spesifikasi atau batasan yang jelas. Sepeda listrik belum populer di Indonesia, tetapi bukan tidak mungkin penggunaannya bisa meroket di masa depan sebagai moda pengganti sepeda motor atau mobil untuk kegiatan sehari-hari berjarak dekat hingga menengah.

Cherry dan Cervero yang fokus meneliti karakteristik pengguna sepeda listrik (2007) menyimpulkan bahwa dalam rangka membuat kebijakan sepeda listrik, dibutuhkan pemahaman yang dalam mengenai siapa penggunanya, bagaimana mereka akan menggunakannya, dan moda apa yang akan dipilih jika sepeda listrik tidak ada. Pemahaman karakter pengguna dan lingkungan unik Indonesia ini penting sebagai bahan pertimbangan sisi positif dan negatif dari sepeda listrik. Weinert dkk yang melakukan studi tentang perkembangan pesat sepeda listrik di Cina (2007) menegaskan sebagai moda transisi, kelemahan sepeda listrik bisa terus dimitigasi lewat perkembangan teknologi, rekayasa lalu lintas, dan peraturan yang jelas dan tegas dalam hal spesifikasi di jalan.

Kebijakan berupa pelarangan bukan langkah tepat sebelum ada kajian yang komprehensif di Indonesia yang mengatakan demikian. Kehadiran sepeda listrik dipastikan tidak bisa menyelesaikan masalah mobilitas secara menyeluruh, tetapi sepeda listrik bisa menjadi salah satu butir solusi permasalahan transportasi di Indonesia, terutama di kota besar.

Referensi
Burvill, Adam. 2013. The Grin Technologies Basics Ebike Guide. Grin Technologies Ltd.
Cherry, C. R., Weinert, J. X., & Xinmiao, Y. 2009. Comparative environmental impacts of electric bikes in China. Transportation Research Part D: Transport and Environment, 14(5), 281-290.
Cherry, C., & Cervero, R. 2007. Use characteristics and mode choice behavior of electric bike users in China. Transport policy, 14(3), 247-257.
Rose, G. 2012. E-bikes and urban transportation: emerging issues and unresolved questions. Transportation, 39(1), 81-96.
Weinert, J., Ma, C., & Cherry, C. 2007. The transition to electric bikes in China: history and key reasons for rapid growth. Transportation, 34(3), 301-318.
Weinert, J., Ogden, J., Sperling, D., & Burke, A. 2008. The future of electric two-wheelers and electric vehicles in China. Energy Policy, 36(7), 2544-2555.
Yao, L., & Wu, C. 2012. Traffic safety for electric bike riders in China. Transportation Research Record: Journal of the Transportation Research Board, 2314(1), 49-56.

*

Tulisan ini dibuat untuk Buletin Mata Garuda Edisi Mei 2015.

Tidak ada komentar: