Jumat, Januari 07, 2011

Seputar Sepeda

"Sepeda itu berasal dari bahasa Jawa loh!", ungkap Iswartono bersemangat. Bahasa Inggris sepeda adalah 'bicycle' dan itu diyakini diambil dari bahasa Jawa yakni 'obahe sikil' yang artinya kayuhan kaki.

Itu hanya guyonan seorang onthelis asal Solo.

Mari berbicara sedikit tentang sejarah sepeda. Sebenarnya sulit untuk mencari sejarawan yang mengetahui pasti tentang asal-usul sepeda di muka bumi. Berikut adalah salah satu sumber menurut Mick Hamer di majalah New Scientist pada tahun 2005. Percaya tidak percaya, Indonesia adalah negara yang memiliki kontribusi besar dalam kelahiran sepeda di dunia.

Oh, benarkah?

5 April 1815 dia mulai bergejolak. Siapa dia? Sebuah gunung yang berada di Pulau Sumbawa, Indonesia. Dialah Gunung Tambora. Seminggu kemudian dia memuntahkan apa saja yang ada di dalam perutnya hingga bulan Juli. Ini adalah erupsi terbesar sepanjang sejarah, menewaskan lebih dari 92000 orang dan membuat langit menjadi penuh abu. Selain itu, letusannya memicu pemanasan global, suhu di bumi naik sebesar 3 derajat Celcius.

Lalu apa hubungannya dengan sepeda, Gan?

Tahun 1816 di Eropa disebut sebagai tahun tanpa musim panas. Salju terus turun dan langit terus menunjukkan warna kelabu sehingga menyebabkan gagal panen massal. Kuda adalah transportasi darat pada masa itu. Kasihan, para kuda disembelih karena manusia tidak punya cadangan makanan lagi. Karl Drais, seorang Jerman berusia 34 tahun membuat sebuah alat yang bernama draisine. Draisine terbuat dari kayu dan tidak berpedal. Cara mengendarainya adalah dengan menjejakkan kaki ke tanah agar draisine meluncur. Tahun 1818 draisine dipatenkan sebagai sepeda pertama.

Hormatilah sepeda karena ia adalah nenek moyang dari segala jenis kendaraan darat.

Sepeda adalah moda transportasi yang merakyat. Selain harganya yang terjangkau, pergerakannya yang lambat membuatnya lebih manusiawi. Interaksi dan komunikasi antara pengendara sepeda dengan orang-orang di sekitarnya sangat mungkin terjadi. Berbeda dengan kendaraan bermotor seperti mobil atau sepeda motor di mana interaksi ini hampir tidak mungkin terjadi selama berkendara.

Di Jombang, polisi bersepeda sudah tidak asing. Mereka berpatroli dengan menggunakan sepeda. Melintasi pasar, terminal, hingga pertokoan. "Harus ada sesi ngomong-ngomong dong dengan warga. Ini tujuannya, selain pelayanan masyarakat juga pendekatan," ucap seorang perwira polisi kepada wartawan Kompas.

Di Yogyakarta, ada semboyan segosegawe. Sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe yang artinya bersepedalah ke sekolah dan tempat kerja. Di Pekalongan lebih hebat lagi, sepeda jengki asal Jepang sudah menjamur di masyarakat. Sepeda itu sangat khas dengan keranjang yang ada di depan. Tua, muda, pria, dan wanita menggunakan sepeda sebagai moda transportasi.

Bersepeda bukan hanya sekedar teknik mengayuh pedal, tetapi juga menyeimbangkan irama emosi dan pikiran.

Lihat! Bung Karno saja bersepeda! Beliau membonceng Ibu Fatmawati! Alangkah romantis!
27 Agustus 2005 adalah tanggal berdirinya komunitas sosial Bike To Work. Berbagai alasan orang bersepeda, mulai dari penghematan dari segi ekonomi, menyehatkan raga, hingga pemikiran idealis untuk mengerem laju pemanasan global.

Sejak saat itu hari pengharaman kendaraan bermotor (baca = car free day) mulai digencarkan di beberapa kota di Indonesia. Betapa masyarakat merindukan jalanan yang lebih manusiawi dan sepedawi, jalanan yang bebas dari hiruk-pikuk klakson dan yang tidak pengap karena emisi gas buang kendaraan bermotor.

Ada orang yang bersepeda untuk hidup. Tengah malam dia bangun untuk mengangkut sayuran dari rumah dan tiba di Pasar Palmerah pukul dua dini hari. Ada juga yang bersepeda untuk menikmati lukisan Tuhan, menjelajah alam dan isinya dengan sepeda.

Bersepeda bukan sekedar berolahraga, tetapi juga upaya mengendalikan diri dan emosi, serta menyeimbangkan otak dan otot.

Kalau Selandia Baru terkenal dengan populasi domba yang melebihi penduduk, maka Belanda terkenal dengan populasi sepeda yang melebihi penduduk. Jika dibandingkan, maka setiap orang di Belanda memiliki 1,1 sepeda.

Di Belanda, 41% orang bersepeda di bawah 2,5 km tiap harinya. Di Indonesia, banyak orang yang bersepeda hingga 20 km tiap harinya untuk menuju tempat kerja atau tempat mengais rejeki. Ini gila sebenarnya. Belanda yang sudah sangat memanjakan pesepeda dibandingkan dengan Indonesia yang masih miskin dengan prasarana untuk moda transportasi sepeda.

Pemerintah dan masyarakat Eropa sadar kalau mobil sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk mobilitas warga. Kebijakan prosepeda benar-benar digodok, mulai dari jalur, parkir, hingga integrasi moda sepeda dengan moda transportasi lain, kereta api misalnya.

Bagaimana di Indonesia?

Mirisnya, pemerintah seolah-olah tutup mata tentang kebijakan prosepeda. Pemerintah sudah terbuai dengan maraknya kendaraan bermotor yang memang menghasilkan keuntungan buat mereka. Aku berharap akan ada kebijakan radikal prosepeda. Buka matamu, Kawan!

Hidup ini seperti naik sepeda. Untuk mempertahankan keseimbangan, kamu harus tetap bergerak.

Sumber: Jelajah Sepeda Kompas, Melihat Indonesia Dari Sepeda

2 komentar:

annisanican mengatakan...

ayo gowes gowes gowes !! :D ajak gw car free day kalo gitu :D :D

Gandrie Ramadhan mengatakan...

@Nichan: Ayo! Ke Bandung aja kau, Chan! Jakarta mah gak asoy. Haha.