Sabtu, Agustus 04, 2012

Dongeng


Dongeng menurut KBBI memiliki arti cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh). Lebih dari itu, dongeng adalah tonggak budaya lisan. Sayangnya, era teknologi audiovisual telah berhasil menepikan dongeng, menguburnya hingga menjadi fosil budaya.

Dongeng adalah sastra sehari-hari lingkup sosial paling kecil, yakni keluarga. Pertumbuhan emosional, spiritual, dan intelektual anak-anak dapat diasah lewat metode dongeng. Dongeng bukan sekedar hiburan yang menghasilkan gelak tawa, pahitnya duka, atau perasaan berdebar-debar. Semua itu adalah asupan jiwa. Akan tetapi, dongeng bernilai lebih dari itu. Tiliklah, dongeng membatinkan nilai kehidupan seperti keadilan, toleransi, solidaritas, kejujuran, dan kebangasaan ke dalam kesadaran dan perilaku manusia.

Sangat penting ketika objek dongeng adalah anak-anak. Ibarat struktur, pondasi itu tidak terlihat namun memegang peranan yang penting dalam menopang tubuh bangunan agar tahan menahan beban sendiri, beban hidup, beban angin, bahkan beban gempa. Ketika pondasi kebajikan sudah tertanam dengan baik pada fase kehidupan dini, negara ini tidak perlu khawatir dengan kelangsungan masa depannya. Stok manusia yang dijamin nilai kehidupannya ada banyak dan mereka akan mengisi posisi strategis pemerintahan; mengemudikan Indonesia ke arah yang sejahtera seutuhnya.

Imajinasi

Daya tarik dongeng terletak pada imajinasi. Dongeng memberikan imajinasi yang merupakan asupan sensasi akal dan rasa. Anak-anak yang sedang didongengi, secara otomatis, akan mendirikan sebuah teater maya di dalam kepalanya. Di dalam teater ini, para tokoh berinteraksi sesuai dengan alur cerita. Latar teater ini berubah seiring dengan berjalannya kisah. Teater ini adalah teater imajinasi yang tidak peduli dengan realitas karena imajinasi itu sendiri adalah mengadakan apa yang tidak ada dengan melampaui batas realitas.

Jangan berpaling, faktanya, dongeng adalah pengawetan, pewarisan, dan pengaktualisasi nilai-nilai budaya lokal (local wisdom). Faktanya pula, sekarang negeri dongeng tidak sesubur dulu. Tanah tempat dongeng bertumpu sudah kering dan tandus. Budaya dongeng kalah pamor dengan budaya audiovisual. Anak-anak lebih senang berinteraksi dengan iPad, playstation, xbox, nintendo, televisi, dan internet. Semua teknologi itu lebih memukau di mata anak-anak. Entahlah, sangat disayangkan ketika orang tua tak sempat mendongeng atau (lebih parahnya) tidak memiliki referensi dongeng yang berujung kepada ketidakpedulian.

Dongeng adalah pembebasan! Di lubuk hati yang terdalam, mari berharap agar anak-anak Indonesia tidak menjadi mesin yang kaku dan berperilaku konsumtif.

Yuk, mendongeng untuk anak kita nanti!

Teroka
Dongeng, agar Anak Tak Jadi Mesin
Indra Tranggono
Pemerhati Kebudayaan

Tidak ada komentar: