Sabtu, Maret 10, 2012

Hidayah

hi·da·yah n petunjuk atau bimbingan dari Tuhan.

Saya terlahir Islam. Ayah dan Ibu saya Islam. Mereka menikah secara sakral di bawah panji Islam. Ibu menyebut nama-Nya ketika berusaha mengeluarkan saya dari perutnya dan Ayah mengumandangkan adzan seketika alam dunia menyapa saya dengan gembiranya. Saya hanya bisa menangis.

Dulu, hidayah yang menggiring saya ke payudara Ibu. Mengecap dan meminum ASI dari puting Ibu membuat saya tenang dan damai. Hidayah yang membuat saya mampu merespons peristiwa: tertawa saat bahagia dan merana saat duka. Hidayah yang menuntun saya untuk berpikir. Pelajaran hidup senantiasa direkam agar tidak seperti keledai yang jatuh untuk kedua kalinya ke dalam lubang yang sama. Hidayah yang membantu saya membedakan kebajikan dengan kebatilan. Dan hidayah yang membuat manusia menjadikan agama sebagai panduan hidup.

Pada kenyataannya, di dunia ini terdapat beberapa golongan manusia. Mereka menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda-beda. Kalau Tuhan yang dimaksud sama, apakah Tuhan bermasalah dengan metode penyembahan yang berbeda-beda? Saya rasa jawabannya iya.

Saya tidak bisa menjamin diri saya Islam sekarang apabila dulu terlahir sebagai seorang Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Yahudi, Konghucu, atau agama lain. Namun, saya bersyukur saya Islam dan satu hal yang saya yakin adalah Tuhan itu satu dan Dia tidak bisa dijangkau dengan nalar manusia.

Berbicara dalam konteks Islam, siapa yang berhak menerima hidayah Islam? Apa saja syarat menerima hidayah Islam? Hanya Dia yang tahu jawabannya. Bahkan seorang Muhammad yang berhati dan berkepribadian suci tidak mampu meluluhkan hati Abu Thalib untuk memeluk Islam.

Apa yang bisa saya lakukan?
Tidak ada selain bermunajat.

Tidak ada komentar: