Selasa, Maret 27, 2012

Pengurangan Subsidi BBM


Saya masih belum bisa mengambil sikap terkait pengurangan subsidi BBM.

Banyak sektor yang harus ditinjau mulai dari ekonomi, perminyakan dunia, perminyakan nasional, energi, sosial, dan lain-lain. Saya tidak mempunyai kapabilitas yang handal untuk menjelaskan sektor-sektor yang telah saya sebutkan. Di sisi lain, saya tetap berusaha memantau perkembangan berita ini lewat media cetak maupun elektronik. Sayangnya, sulit rasanya menemukan informasi yang menjelaskan kasus ini secara sistematis. Kebanyakan informasi justru tidak objektif dan mengandung bumbu tambahan. Saya tidak mau disetir oleh media.

Nantinya, saya berharap bisa berkesimpulan sendiri. Sendiri, tidak ikut-ikutan.

Ada pihak yang berpendapat bahwa pengurangan subsidi BBM bisa menyelamatkan APBN negara hingga puluhan trilyun rupiah sehingga bisa dialokasikan untuk modal lain. Di sisi yang berseberangan, ada yang berpendapat dengan perhitungan bahwa itu semua adalah kebohongan yang dilakukan pemerintah untuk memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, bukan menambal kebolongan. Rakyat Indonesia, termasuk saya, dibuat pusing.

Peningkatan harga BBM secara langsung berdampak pada peningkatan harga barang. Hal ini logis karena ada biaya assembly dan distribution dalam proses pembuatan sebuah barang. Ditambah lagi dengan peningkatan tarif angkutan umum karena 60-70% dari total BOK (biaya operasi kendaraan) adalah konsumsi bahan bakar. Biaya transportasi di negara berkembang adalah 30-200% dari biaya total. Sebagai tambahan, negara kepulauan seperti Indonesia memiliki tantangan besar di bidang transportasi karena terjadi transit cost (penambahan biaya) saat perpindahan moda di terminal (misal bandara dan pelabuhan). Jadi, jangan heran jika harga segelas plastik air mineral di tanah Papua adalah lima ribu rupiah. Efisiensi di terminal; itu yang dibutuhkan di Indonesia.

Sekarang saya membayangkan pengurangan subsidi BBM itu terjadi. Artinya, terjadi peningkatan harga di sana-sini. Artinya, pengeluaran masyarakat semakin besar. Artinya, pemerintah punya trilyunan rupiah untuk sektor lain. Lantas, apakah kesejahteraan rakyat terakselerasi? Belum tentu. Apakah terbangun infrastruktur dan sistem logistik sebagai prasarana mobilitas dan penumbuh perekonomian? Tidak pasti. Apa jaminan pemerintah? Tidak ada.

Saya jengah. Masyarakat lelah. Lihatlah media sekarang, isinya korupsi yang berkepanjangan di jajaran tinggi pemerintahan. Dengan mindset kekuasaan (bukan pembenahan), tikus-tikus busuk itu dengan bebas meraup uang rakyat sehingga APBN jebol perlahan-lahan namun pasti. Skenario bunglon terjadi; manis saat kampanye lalu jahanam saat berkuasa. Belum lagi law enforcement yang masih lemah di Indonesia. Di Arab, koruptor dipotong tangannya. Di Cina, koruptor dipenggal kepalanya. Di Indonesia, koruptor dipotong masa tahanannya. Suap-menyuap dengan lembaga yudikatif sudah biasa.

*

The concept of demand management. Sebuah konsep makro yang tidak lagi berkiblat ke prinsip predict and provide, tetapi ke prinsip predict and prevent. Artinya, penekanan jumlah permintaan dilakukan secara masif yang harus diiringi dengan pengembangan keberpihakan angkutan publik. Penekanan jumlah kendaraan pribadi bisa dilakukan dengan perbaikan pelayanan transportasi publik. Akar persoalan membengkaknya subsidi BBM terletak di sisi permintaan, yakni konsumsi secara besar-besaran dari kendaraan pribadi. Miris sekali ketika ada Alphard yang mengantri premium di SPBU.

Agar masyarakat mau beralih moda, angkutan umum harus memiliki asas transportasi: andal, aman, nyaman, efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Angkutan publik berhak menikmati BBM yang bersubsidi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Selama ini subsidi angkutan umum hanya 3% tapi 90% lebih untuk kendaraan pribadi. Selain itu, konversi BBM ke BBG masih belum memiliki taring. Di seluruh Indonesia baru ada 20 stasiun pengisi bahan bakar gas. Delapan di Jakarta, hanya empat yang beroperasi. Banyak hal memang yang harus dipertimbangkan seperti converter-kit atau pengalihan produksi secara keseluruhan kendaraan berbahan bakar gas. Padahal harga satu liter BBG lebih murah daripada satu liter premium, yakni Rp 3.100,00 per liter.

*

Other resources. Alternative energy.

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (ratusan ribu kilometer), namun potensinya belum dimaksimalkan. Brazil memiliki Pantai Copacabana yang hanya memiliki panjang tujuh kilometer tapi mampu menyumbang 20% dari total APBN Brazil. Pemanfaatan pasang-surut untuk menggerakkan turbin hidro di sepanjang daerah pesisir. Indonesia memiliki 40% dari total energi panas bumi di dunia karena terdapat barisan gunung berapi aktif, namun baru termanfaatkan 4% dari total potensi. Energi matahari! Energi angin! Sejak tahun 2006, pemerintah sudah merencanakan infrastruktur untuk energi terbarukan hingga tahun 2025. Saya yakin konsepnya sudah ada, tetapi dibutuhkan komitmen dan ketegasan secara menyeluruh. Dan tidak korupsi.

Indonesia, harapan itu masih ada.
Hiduplah Indonesia Raya!

Tidak ada komentar: